KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat
limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Hukum HAM dan
Demokrasi dalam islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang
datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari
Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.
Sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Mercu Buana.
Cianjur,
9 Mei 2014
Disusun Oleh : Iwha
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut
pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda:
"Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu."
.[2] Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini,
melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan
sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga
perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban
negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak
ini.
Umat Islam seringkali kebingungan dengan istilah demokrasi.
Di saat yang sama, demokrasi bagi sebagian umat Islam sampai dengan hari ini
masih belum diterima secara bulat. Sebagian kalangan memang bisa
menerima tanpa reserve, sementara yang lain, justeru bersikap
ekstrem. Menolak bahkan mengharamkannya sama sekali. Tak sedikit sebenarnya
yang tidak bersikap sebagaimana keduanya. Artinya, banyak yang tidak mau
bersikap apapun.Kondisi ini dipicu dengan banyak dari kalangan umat Islam
sendiri yang kurang memahami bagaimana Islam memandang demokrasi. Di
bawah ini, ada tulisan menarik tentang demokrasi dalam perspektif Islam.
Untuk itu, kami akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya
HAM dan Demokrasi menurut ajaran islam.
1.2 Rumusan
Masalah
Masih banyak masyarakat islam yang belum mengerti bagaimana
sebenarnya hak asasi dan demokrasi yang diajarkan islam.
1.3 Tujuan
Adapun
tujuan penyusunan makalah kami yaitu:
§ Agar masyarakat islam mengetahui
bagaimana sebenarnya hak asasi menurut ajaran agama islam.
§ agar masyarakat islam mengetahui
bagaimana hokum demokrasi menurut islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hukum Islam
Hukum adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang
mengatur tingkah laku manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang
dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa
hukum yang tidak tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis
dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk
mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan harta benda.
Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan
menjadi bagian dari agama Islam. Konsepsi hukum islam, dasar, dan kerangka
hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan
manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda
alam sekitarnya.
2.2 Ruang
Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian
syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua baagian besar, yaitu: Ibadah
(mahdhah) dan muamalah (ghairu mahdhah).
1)
Ibadah (mahdhah) adalah tata cara dan
upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam menjalankan hubingan
kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah haji. Tata
caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi.
Ketentuannya telah di atur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh
RasulNya. Dengan demikian tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan
perombakan secaara asasi mengenai hukum, susunan, cara dan tata cara beribadat.
Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam
pelaksanaannya.
2)
Muamalah (ghairu mahdhah) dal.a
pengertian yang luas adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan kehidupan
sosial manusia walaupun ketetapan tersebut terbatas pada pokok-pokok saja.
Karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang
memenuhi syarat melakukan usaha itu.
Bagian- bagian
hukum islam adalah:
a) Munakahat
(hukum yang mengatur sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian
dan akibat-akibatnya.)
b) Wirasah (hukum
yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta
warisan daan cara pembagian waarisan)
c) Muamalat (hukum
yang mengatur masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia
dalam persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan
lain-lain)
d) Jinayat (hukum
yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik
dalam jarimah hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumnya dalam al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau
perbuatan yang bentuk dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bbagi pelakunya)
e) Al-ahkam as-sulthaniyah (hukum yang mengatur
soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan pusat maupun
daerah, tentara, pajak daan sebagainya)
f) Siyar (hukum
yang mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan
negara lain)
g) Mukhassamat
(hukumyang mengatur tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara)
Sistematika hukum islam daapat dikemukakan sebagai
berikut:
v Al-ahkam asy-syakhsiyah (hukum
peronrangan
v Al-ahkam al-maadaniyah (hukum
kebendaan)
v Al-ahkam al-murafaat (hukum acara
perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
v Al ahkam al-dusturiyah (hukum tata
negara)
v Al-ahkam ad-dauliyah (hukum
internasional)
v Al-ahkam al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum
ekonomi dan keuangan)
2.3 Sumber
Hukum Islam
Di dalam hukum islam rujukan-rujukan
dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa oleh syariat, mulai dari sumber
yang pokok maupun yang bersifaat alternatif. Sumber tertib hukum Islaam ini
secara umumnya dapat dipahami dalam firaaman Allah dalam QS. An-nisa: 59,“wahai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilalh RasulNyadaan ulil amri
di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah
ia pada Allah (al
quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar bberiman kapada Allah dan
hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik (akibatnya).
Dari ayat tersebut, dapat diperoleh pemahaman bahwa umat
islam dalam menjalankan hokum agamanya harus didasarkan urutan:
1)
Selalu menataati Allah dan mengindahkan
seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2)
Menaati Rasulullah dengan memahami
seluruh sunnah-sunnahnya
3)
Menaati ulil amri (lembaga yang
menguasai urusan umat islam.
4)
Mengenbalikan kepada alquran dan sunah
jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum
Secara lebih teknis umat islam dalam berhukum harus
memperhatikan sumber tertib hukum:
1)
Al Quran
2)
Sunah atau hadits Rasul
3)
Keputusan penguasa; khalifah
(ekseklutif), ahlul hallli wal ‘aqdi (legislatif), amupun qadli (yudikatif)
baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif (ijma’)
4)
Mencari ketentuan ataupun sinyalemen
yang ada dalam al quran kemmbali jika terjadi kontroversi dalam memahami
ketentuan hukum.
Dengan komposisi itu pula hukum islam dapat
diklasifikaasikan menjadi dua jenis:
1)
Dalil Naqli yaitu Al Quran dan as sunah
2)
Dalil Aqli yaitu pemikiran akal
manusia.
2.4 Kontribusi
Umat Islam Dalam Perumusan Dan Penegakkan Hukum Islam
Hukum islam ada dua sifat, yaitu:
·
Al- tsabat (stabil), hukumislam sebagai
wahyu akan tetap dan tidak berubah sepanjang masa
·
At-tathawwur (berkembang),hukum islam
tidak kaku dalam berbagai konddisi dan situasi sosial.
Dilihat dari sketsa historis, hukum islam
masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke Indonesia pada abad ke 1 hijriyah
atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat bary diperkenalkan VOC awal abad 17
masehi. Sebalum islam masuk indonesia, rakyat indonesia menganut hukum adat yang
bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk sifatnya. Namun setelah islam
datang dan menjadi agama resmi di berbagai kerajaan nusantara, maka hukum islam
pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan tersebut dan tersebar manjadi hukum
yang berlaku dalam masyarakat.
Secara yuridis formal, keberadaan
negara kesatuan indonesia adalah diawali pada saat proklamasi 17 Agustus 1945.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya Undang-Undang Dasar
1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk kembali menjalankan
hukum islam baggi umat islam berkobar, setelah seacra tidak langsung hukum
islam dikebiri melalui teori receptie.
Dalam pembentukan hukum islam di
indonesia, kesadarn berhukum islam untuk pertama kali pada zaman kemeerdekaan
adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam dasar ketuhanan
diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan syariat islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada tanggal 18
Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan yang maha esa”.
Meskipun demikian, dalam berbagai macam
peraturan perundang-undangan, hukumislam telah benar-benar memperoleh tempat
yang wajar secara kontitusional yuridik.
Dengan demikian kontribusi umat islam
dalam petrumusan dan penegakan hukum sangat besar. Ada pun upaya yang harus
dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara yaitu
melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu
keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum
harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam
dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam
perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi waajib pula
menurut perundangan.
2.5 Fungsi
Kubuh Islam Dalam Kehidupan Masyarakat dan HAM Menurut Islam
Manusia adalah makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri manusia membutuhkan pertolongan satu sama lain dan
memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan dan dinamika kehidupannya.
Setiapa individu dan kelompok sosial memiliki kjepentingan. Namun demikan
kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin bertentangan.
Hal itu mengandung poteensi terjanya benturaan daan konflik. Maka hal itu
membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapaat dicapai secara adil, maka
dibutuhjkan penegakkan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang kemudian
disebutdenngan hukum islam yang dan menjadi pedomaan setiap pemeeluknya.
Dalam hal ini hukum islam memiliki tiga orientasi, yaitu:
a.
Mendidik indiividu (tahdzib al-fardi)
untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b.
Menegakkan keadilan (iqamat al-‘adl),
c.
Merealisasikan kemashlahatan
(al-mashlahah).
Oreintasi tersebut tidak hanya
bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam kehidupan duniawi tetapi juga
harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal abadi, baik yang
berupa hukum- hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan hidup (jalbu al
manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan dalam kehidupan (dar’u
al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan kepentingan hubungan antara
Allah dengan makhluknya. Maupun kepentingan orientasi hukum itu sendiri.
Sedangkan fungsi hukum islam dirumuskan dalam empat
fungsi, yaitu:
1)
Fungsi ibaadah. Dalam adz-Dzariyat: 56,
Allah berfirman: “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
beribadah kepadaKu’. Maka dengan daalil ini fungsi ibadah tampak palilng
menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2)
Fungsi amr makruf naahi munkar
(perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran). Maka setiap hukum islam bahkan
ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk mannusia yang yang dapat
menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3)
Fungsi zawajir (penjeraan). Aadanya
sanksi dalam hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga
dengan aancaman siksa akhirat dimaksudkaan agar manusia dapat jera dan takut
melakukan kejahatan.
4)
Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah
(organisasi dan rehabilitasi masyarakat). Ketentuan hukum sanksi tersebut bukan
sekedar sebagai batas ancaman dan untuk menakut-nakuti masyarakat saja, akan
tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian umat mrnjadi leboh baik.
Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah fungsi enginering
social.
Keempat fungsi hukumtersebut tidak
dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu tetapi saatu
deengan yang lain juga saling terkait.
Adapun
HAM menurut Islam yaitu :
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan hak asasi menurut
pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan kewajiban bagi negara
maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah bersabda:"Sesungguhnya
darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari
dan Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi
ini, melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban menjamin perlindungan
sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis kelamin, tidak juga
perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya menjadikan itu kewajiban
negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang demi melindungi hak-hak
ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar memerangi orang-orang yang
tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak
ini dari pihak individu. Sebab pemerintah mempunyai tuga sosial yang apabila
tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk tetap memerintah. Allah
berfirman:
"Yaitu
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka
menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah
perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan."
(QS. 22: 4)
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut kami dapat menarik kesimpulan :
§ Kontribusi umat
islam dalam perumusan dan penegakan hukum sangat besar. Ada pun upaya yang
harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat dan bernegara
yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah menjadikan suatu
keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai konsekuensinyahukum
harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam penegakkan hukum islam
dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi. Sehingga dalam
perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi waajib pula
menurut perundangan.
§ Hak asasi dalam Islam berbeda dengan
hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal. Sebab seluruh hak merupakan
kewajiban bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah
saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan
kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim). Maka
negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini, melainkan
mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
§ Demokrasi menurut islam yaitu
meminta pendapat dan mencari kebenaran.
3.2 Saran
Adapun saran kami sebagai penyusun, yaitu untuk semua
masyarakat islam agar selalu berpegang teguh terhadap syari’at islam dan
al-qur’an. Karena dengan kita selalu berpegang teguh terhadap syari’at islam
dan al-qur’an, insyaallah jalan hidup kita bisa jauh lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
http://anismart.blogspot.com/2009/05/hukum-ham-dan-demokrasi-dalam-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar